“Temani aku malam ini ya”, kata seorang susterku ketika makan malam. "Ya, bisa”, jawabku pelan. Malam itu memang aku menemaninya dari pukul 21. 45 WIB sampai 02. 45 WIB pagi.
Menemani dia berarti, siap menahan dinginnya angin malam, serangan nyamuk-nyamuk dan berbaring di kursi rotan yang dibariskan sebagai ganti tempat tidur atau membentangkan tikar di lantai semen yang tentunya akan menularkan rasa dingin ke seluruh tubuh.
Aku menemani dia mengerjakan tugas Mazmur, di ruang komputer. Aku duduk di dekatnya dan membaca Kitab Hukum Kanonik. Sebenarnya aku ingin menemaninya dengan duduk setia bersamanya sampai tugasnya selesai. Tetapi aku tidak bisa menahan rasa ngantuk. Aku akhirnya tertidur bersama buku KHKku sedangkan dia masih bergulat dengan tugas Mazmurnya.
“Ade, ayo bangun, sudah selesai”, kudengar suaranya berat. Aku bangun, menggosok kedua mataku dan melirik jam dinding tua berwarna kuning, jarum jam menunjuk pukul 02. 45 WIB. “Sudah selesai?”, tanyaku, sambil merapikan buku-bukuku. “Sudah”, sahutnya singkat. Dengan mata yang berat kami melangkah meninggalkan ruang komputer yang dingin dan dihuni oleh beberapa ekor saudara nyamuk itu.
Dua hari berikutnya, giliranku yang harus menyelesaikan tugas Kristologi. Ketika makan malam aku meminta kepadanya agar menemaniku malam itu. “Temani aku malam ini ya”, pintaku padanya. Dan malam itu dia menemaniku mengerjakan tugas Kristologiku.
Aku melirik petunjuk waktu di sudut kanan komputer, ternyata sudah pukul 23.13 WIB. Kulihat dia mulai menguap menahan ngantuk. Beberapa waktu kemudian dia mengambil posisi strategis untuk tidur di tikar berukuran 1 X 2,5 M yang dibentangkannya sejak masuk di ruang komputer itu. Selamat tidur kawan kataku dalam hati. Selama mengetik tugasku, aku sekali-kali meliriknya, dia nampak tidur tenang tanpa beban. Sementara aku masih harus berkutat dengan tugasku, berjuang melawan rasa ngantuk, lelah, dingin dan gigitan nyamuk yang menyerbu kakiku.
Pukul 02.57 WIB, tugasku rampung. Aku mematikan komputer dan merapikan buku-bukuku. Aku melihat suster yang menemaniku tidur pulas, sehingga aku enggan membanguninya. Aku membariskan 3 buah kursi rotan di dekatnya dan berbaring di sana sampai pukul 04.00 WIB. Ketika aku bangun temanku masih tidur pulas. Mengingat, kami akan berdoa pukul 04.30 WIB, maka aku membangunkannya dan kami beranjak ke kamar masing-masing untuk bersiap-siap berdoa.
“Temani aku malam ini”, ungkapan ini selalu kami ucapkan ketika kami butuh teman mengerjakan tugas di ruang komputer. Dan pasti tidak ada diantara kami yang keberatan. Tetapi yang sering terjadi adalah yang menemani tidur pulas, sedangkan yang minta ditemani berjaga sampai pagi. Bahkan harus membangunkan yang menemani. Meskipun yang menemani tertidur, tetapi aku tetap merasa aman dan tenang mengerjakan tugasku di ruangan yang sepi itu.
Kejadian ini mengingatkan aku ketika Yesus meminta tiga orang murid-Nya menemani Dia berdoa di Getsemane. Murid itu tertidur dan Yesuslah yang membangunkan mereka. Padahal seharusnya yang menemanilah yang berjaga bukan sebaliknya malah tidur.
Aku sadar menjadi teman yang setia butuh perjuangan, pengorbanan dan harus mampu merasakan apa yang sedang dialami oleh orang yang kutemani. Setiap orang butuh teman untuk menemani paling tidak duduk di sampingnya. Alangkah senangnya saat merasa lelah, ada teman di samping kita.
Betapa istimewanya manusia, meskipun dia tertidur tapi tetap mampu memberikan sesuatu yang berarti yang tidak bisa diberikan oleh benda lain. Di ruang komputer itu ada tiga unit komputer, kabel, kursi, meja, tumpukan buku, keranjang sampah dsb. Tetapi benda-benda itu tidak cukup sebagai teman. Ketika mengerjakan tugas di ruangan itu kami selalu berkata, “temani aku malam ini ya”, meskipun yang menemani biasanya tertidur dan harus dibangunkan, tetapi manusia punya arti dan peran istimewa yang tak pernah bisa digantikan oleh apapun.
Adeline Albine Sitepu FSE
sepanjang jalan selalu ada bunga kecil dan tetes air dan aku mengumpulkannya sebagai oleh-oleh dan bekal peziaranhanku. aku berjalan di jalan-jalan yang dibangun oleh para pembangun, aku tahu masih banyak jalan yang belum disapa kaki dan senyumku.ya mungkin engkau bisa menuntunku di jalan-jalan itu atau juga jln2x yang kulalui adalah jln engkau bangun. terimakasih saudaraku, saudara bulan, matahari, bintang, langit, udara, air, api dan semua yang telah ikut dalm peziarahanku ini. aku ADE FSE
Entri Populer
-
PEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL DALAM PEWARTAAN KABAR GEMBIRA A. MEDIA AUDIO VISUAL Media berarti wadah atau sarana. Dalam bidang komunik...
-
Cinta Tidak Pernah Sendiri dan Takkan Mati Aku tidak tahu harus memikirkan apa malam ini. Tiba-tiba hatiku menuntunku berkisah tentang cin...
-
“Berbahagia karena engkau punya cinta, untuk kau nyatakan kepada orang yang engkau cintai. Tapi engkau juga harus menyiapkan hatimu menerima...
-
Aku berdoa untukmu, semoga Tuhan senantiasa menempatkan kebahagiaan dalam hatimu. Agar dalam hari-harimu engkau dapat tersenyum dan menikma...
-
Ia sebutir nasi, menanti lenyap. Ia pernah mengeluh, menangis. Ia pernah tersenyum dan tertawa. Ia punya kisah, punya kenangan. Ia punya s...
-
ENGKAU MENYURUHKU PERGI, AKU PERGI…. ENGKAU MENYURUHKU DATANG AKU PUN DATANG Aku diam menyaksikan pemandangan yang melintas di pelupuk mat...
-
Sepatu IPPAK Sepuluh menit berlalu aku duduk di koridor kampus menunggu teman-teman yang akan praktek Micro Teaching. ”Mengapa belum juga ...
-
hari belum senja tapi langkahku hampir berakhir jangan menangis aku bahagia dekat di sampingku aku ingin bercerita tentang langit bir...
-
CURAHAN HATI Curahkanlah seluruh isi hatimu kepada Tuhan, sebab Dia pasti mendengarkanmu. Dia mengerti dan tidak satu kata pun yang engk...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar